Media Massa dan Literasi Warga

Spread the love

TOPIK SATU–Refleksi ‘Hari Pers Regional’ berlangsung di Kafe Baca Jl Adhyaksa No 2 Panakkukang, Makassar, menghadirkan dua pemantik, Direktur Pusdiklat JOIN Nasional, Zulkarnain Hamson dan Koordinator Satupena Sulawesi Selatan Rusdin Tompo. Dialog bertajuk “Media Massa dan Literasi Warga” dipandu Dr Fadli Andi Natsif, akademisi UIN Alauddin Makassar.

Dihadiri jurnalis, penulis, budayawan, seniman diantaranya, James Wehantow, Asnawin Aminuddin, Zaenal Altim, Arwan Daeng Ngawing, Anjas Abdullah, Marwan R. Hussein, hadir pula akademisi dari Universitas FAJAR Dr. Sri Gusty, Irma, seniman Yudhistira Sukatanya, penyair Maysir Yulanwar, Presiden Forum Sastra Indonesia Timur (Fosait) Muhammad Amir Jaya, serta pustakawan dari Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Sulawesi Selatan.

Memulai memantik diskusi, Zulkarnain Hamson mengangkat isu perkembangan media dari masa ke masa, seperti yang dituangkan dalam bukunya berjudul: “Pers Dalam Lintasan Peradaban.” Sembari mengatakan sebelum berbicara di forum itu, ia sempatkan bertemu Guru Besar ilmu komunikasi UNHAS, Prof Hafied Cangara, berdiskusi seputar dunia jurnalistik dan media baru.

Bercermin dari perkembangan teknologi yang sangat pesat, perubahan platform media, setelah kehadiran media baru, banyak kalangan menilai jurnalis sebagai sebuah profesi bakal punah. Salah satu indikatornya, terlihat pada semakin banyak perusahaan surat kabar, berhenti cetak. Bahkan dalam riset terbaru di sejumlah kota di Indonesia, hampir tidak ada pembaca koran dalam satu hari, mereka telah pindah ke ‘koran atau majalah’ online.

Sembari menanyakan kepada peserta yang memenuhi ruangan dialog, “Siapa yang baca koran hari ini,” kata Zulkarnain. Pertanyaan kandidat doktor ilmu komunikasi itu hanya direspon senyum peserta diskusi. Hal tersebut disebutnya sebagai fenomena ‘tekanan media baru’ dimana informasi yang dulu dikemas dalam bentuk cetak dan elektronika, telah berpindah ke ponsel android, dan yang terhebat adalah lahirnya jurnalisme warga.

Zulkarnain betul. Di era ini, jarang ditemukan orang berlama-lama membaca koran atau nongkrong di depan televisi. Apatah lagi secara khusus mendengar radio, jika hanya untuk meng-update informasi, demikian ujar Rusdy Embas, wartawan senior Koran Pedoman Rakyat, dan mantan sekretaris/koordinator liputan Koran Tribun Timur.

Koordinator Satupena Sulawesi Selatan Rusdin Tompo mengatakan, setiap orang sesungguhnya adalah penyampai berita. Tulisan mereka mudah ditemukan di media massa, mereka disebut sebagai citizen journalism, jurnalisme warga. Artinya, kerja-kerja jurnalis sudah bisa juga dilakukan oleh warga kebanyakan.

Bahkan, Rusdin Tompo mengklaim, istilah literasi warga sudah digunakan sejak tahun 2001 melalui Lembaga Investigasi Studi Advokasi Media dan Anak (LISAN), ketika membuat kerangka acuan pelatihan wartawan cilik bagi anak-anak dampingan Plan Indonesia PU Takalar, Sulawesi Selatan.

Kehadiran jurnalisme warga kian terasa dengan munculnya sejumlah platform media sosial seperti Facebook, Tiktok, Instagram, Youtube, dan Twitter sebagai sarana penyampai kabar. Diskusi Refleksi Hari Pers Nasional itu juga menjadi forum otokritik bagi jurnalis dalam menjalankan fungsinya. Khususnya terkait independensi wartawan dalam melaporkan hasil liputannya. Maysir Yulanwar usai membaca puisi berjudul Wartawan Adalah Pengingat karya Rusdin Tompo di sela diskusi, menyampaikan kritiknya terkait independensi media massa, saat ini. (@)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tidak boleh mencuri yah