Masjid Agung Sengkang

Spread the love

TOPIK SATU—Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, memiliki pertalian sejarah dengan Masjid Raya di tengah Kota Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Peletakan batu pertama pembangunan masjid yang kemudian diberi nama Masjid Agung Ummul Qura, dilakukan Presiden Soekarno, pada 12 Desember 1955. Magrib tiba saat saya masih duduk di teras masjid itu, depannya terhampar Lapangan Merdeka Pusat Kota Sengkang, dipenuhi warga yang menghabiskan waktu berolah raga sore. Masjid ini tercatat sebagai cagar budaya.

Perancang Masjid Agung ini, adalah Friedrich Silaban yang juga dikenal dalam sejarah sebagai perancang Tugu Monas, Gelora Bung Karno, Masjid Istiqlal dan Gedung Bank Indonesia di Jakarta. Tak banyak bagunan dirancang Friedrich, arsitektur ternama Indonesia pada zamannya. Saat itu, hanya ia dinilai mampu terjemahkan ide-ide Presiden Soekarno, maka tidak heran jika ada saja yang menuliskan bahwa Masjid Raya Sengkang ini, murni ide dari Presiden Soekarno, yang diterjemahkan Silaban. Tentu saja sudah mengalami pemugaran, hingga terpelihara dan terlihat seperti sekarang ini.

Letaknya yang dekat dari Danau Tempe, maka saat meluapnya air danau, pada 18 Juli 2013, pelataran masjid dijadikan lokasi penampungan pengungsi. Sebanyak 146 kepala keluarga diungsikan dari lokasi banjir yang ketinggiannya mencapai dua meter di Kelurahan Tempe. Sejak sore saat usai sholat Ashar, sejumlah santri terlihat berada di sudut masjid yang besar itu tenggelam dalam bacaan Al Qur’an. Suara mereka sayup terdengar merdu memenuhi masjid. Ruang dalam masjid terasa dingin, sekalipun matahari sehari penuh terik, tanpa rintik hujan sedikitpun.

Dari penelitian skripsi Rizki Ayu Amalia, mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, tahun 2015, mengungkapkan bahwa masyarakat Kabupaten Wajo, Kota Sengkang, menilai bahwa santri Tahfidz Qur’an As’adiyah Qurra wa al Huffadz Masjid Agung Sengkang merupakan santri yang mayoritas berkepribadian baik, mulai dari tutur kata hingga tingkah laku kesehariannya. Menurut penulis salah satu yang mendasari hal tersebut adalah santri Tahfidz Qur’an As’adiyah Qurra wa al Huffadz Masjid Agung Sengkang senantiasa mengindahkan adab-adab sebelum membaca Al-Qur’an, alhasil dari pengamalan menjaga adab itulah sehingga eksistensi Al-Qur’an terpancar dari tutur kata dan tingkah laku mereka.

Dari Masjid Agung itu telah lahir alumni tahfidz Al-Qur’an yang handal, baik pada event Musabaqah Tilawah Qur’an (MTQ) tingkat propinsi, nasional maupun internasional. Alumni yang berhasil meraih lomba tingkat internasional, H. Martomo sebagai terbaik 2 MTQ Internasional cabang lomba tafsir 30 Juz di Libya, sekaligus Imam Masjid Istiqlal Jakarta, H. Muhammad Ihsan Azhary, juara terbaik 2 cabang lomba tahfiz Qur’an 30 Juz di Iran. Muhammad Humaidi Ali, juara harapan 1 MTQ Internasional, cabang lomba hifz\il 10 Juz di Cairo, H. Ansar, terbaik 2 MTQ Asean di Jakarta. Lukman Saraaji, terbaik 1 MTQ Internasional pertama di Cairo, cabang lomba Tilawah. Abdul Rahim Dani, terbaik 1, MTQ Internasional pertama di Cairo, cabang lomba tahfiz\ 30 Juz. (z)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tidak boleh mencuri yah