Makassar, Topiksatu.com – Salah satu oknum Kades di Kabupaten Luwu Timur resmi dilaporkan oleh
Ketua DPP Lembaga Kajian Advokasi HAM Indonesia (LAK HAM) Arham., MSi, ke Polda Sulawesi Selatan, atas dugaan telah terjadinya pelecehan anak dibawah umur.
Dalam laporannya, kasus dugaan pelecehan itu terjadi saat kunjungan kerja pada tanggal 25/28 Bulan Mei 2023 di sebuah Hotel di Malang, Jawa Timur.
“Laporan kami mengacu ke UU Perlindungan anak dulu, selanjutnya kita serahkan hasilnya ke penyidik dalam pengembangannya,” lanjut Arham.
Diketahui, awal mula dugaan kasus pelecehan beredar sepulang dari kunjungan kerja adanya isu oknum Kepala Desa inisial ED mengikutsertakan seorang remaja bawah umur Bunga (samaran) pada kegiatan Kunjungan Kerja Dinas ke Malang Jawa Timur beberapa waktu silam.
Saat kejadian, oknum kades dipergoki oleh rekannya sesama Kepala Desa dan usai mengetahui hal tersebut sontak Protes dan melaporkan kejadian ke Kepala Dinas PMD yang turut hadir dalam kunjungan kerja yang dihadiri pula Bupati Luwu Timur, H. Budiman.
“Ya benar, sesuai janji saya, maka atas nama LHI secara resmi telah mengadukan kades ED yang diduga telah melakukan pebuatan yang bertentangan dengan UU Perlindungan anak,” Kata Arham MS kepada Topiksatu.com, Jumat (7/7/2023) di Mapolda Sulsel.
Arham menjelaskan, perbuatan kades Ed yang membawa anak pelajar SMA yang bernama Bunga 17 tahun (nama samaran) dalam kegiatan kedinasan di Kota Malang Jatim dinilai tidak pantas sebagai pejabat publik .
Bahkan, kasus yang viral ini menimbulkan beragam cibiran negatif, namun kesannya Bupati Lutim selaku pembina kades tidak memberikan sanksi tegas terhadap sang kades.
Kasus ini menggelinding bak bola liar dan hal itu akan berdampak buruk pada wajah pemerintahan desa di Lutim, khususnya bisa berdampak pada pelabelan stigma negatif dari masyarakat terhadap Bunga.
“Coba bayangkan nasib Bunga kedepannya, ini akan mempengaruhi perkembangan psikologisnya, mempengaruhi hak-hak anak yang semestinya dijaga,” tuturnya.
Saya sangat menyayangkan dan cukup geram, Arham melanjutkan, ada pernyataan kepala P3A Dinsos Lutim pada salah satu media online yang mengatakan masalah ini sudah selesai, tidak ada yang merasa dirugikan dan merasa jadi korban untuk melapor. Bahkan kepergian Bunga diketahui oleh pamannya serta ibunya, ia menerangkan.
“Pernyataan kepala P3A itu sungguh aneh. Apakah harus menunggu terjadi korban terhadap anak baru bertindak. Atau, P3A pura-pura lupa jika Bunga itu sesungguhnya adalah korban dari kasus sebelumnya,” terang Arham.
Ditanyakan terkait adanya oknum APH di Lutim yang mengatakan, kasus ini tidak bisa ditindaklanjuti karena tidak ada pengaduan dari korban serta ini delik aduan.
Arham yang dikenal sebagai aktivis antikorupsi itu berujar, benar kalau APH menggunakan KUHP, namun dalam UU Perlindungan Anak, masyarakat turut bertanggung jawab dan berkewajiban terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
“Alhamdulillah, hari ini laporan LHI diterima dan ada tanda terima laporan,” ujarnya.
Adapun perihal laporan kami yakni adanya dugaan eksploitasi anak, ia menambahkan.
Dalam laporan, Arham menerangkan, sejumlah kejadian di hotel kita ungkap semua. Dan LHI merasa bertanggung jawab pada kasus Bunga, pasalnya, pada kasus pertama yang dialami bunga tahun lalu LHI yang mendampinginya.
Jadi mustahil jika oknum kades tersebut tidak mengetahui kasus sebelumnya.
“Hasil investigasi tim LHI, lebih dari cukup untuk membuktikan jika oknum kades itu patut diduga memiliki maksud dan tujuan tertentu terhadap Bunga yang bertentangan dengan penyelenggaraan perlindungan anak,” pungkas aktivis HAM itu.
Harusnya Bupati respon cepat kasus ini, apalagi giat-giatnya mengkampanyekan Lutim sebagai kabupaten layak anak.
Terakhir, Arham juga mengatakan jika kasus ini laporannya tidak berhenti ditingkat provinsi saja (Polda – Redaksi), namun dalam waktu dekat LHI juga akan mengadukan di kementerian di Jakarta.
(Tim)