Dugaan Adanya Sindikat TTPO Libatkan Siswi SMA di Luwu Timur, Direktur YBH Wija To Luwu Angkat Bicara

Spread the love



Luwu Timur, Topiksatu.com - Temuan adanya oknum pejabat di Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan yang telah membawa Bunga (samaran) pada kegiatan dinas kini mulai ada titik terang tentang siapa gerangan oknum pejabat yang dimaksud.


Bahwa, indikasi adanya sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) mengingat dalam keberangkatan Bunga anak masih di bawah umur dan masih berstatus siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur tersebut dapat dilihat dari daftar nama peserta yang berangkat, dimana nama anak tersebut terdaftar padahal dia bukan pejabat, bukan isteri dari pejabat dan bukan keluarga yang bisa diikutkan dalam rombongan tersebut.
Perlu diingat, keberangkatan Kades tersebut bukan untuk rekreasi dimana kunjungan tersebut dibiayai oleh Negara.


Menyikapi temuan tersebut, Akbar, S.H., selaku Direktur Yayasan Bantuan Hukum Wija Luwu memandang perlu adanya keseriusan APH serta Pemda dalam hal ini Bupati selaku Penyelenggara kunjungan kerja tersebut untuk mengusut tuntas temuan ini agar isu tidak liar dan makin berkembang hingga merugikan nama baik Pemda.


"Jadi tidak ada alasan ada penumpang gelap dalam rombongan itu, jadi kalau ada penumpang gelap dalam rombongan, itu sudah patut dipertanyakan," tegas Akbar Kamis (29-06-2023).


Terkait ditemukan adanya wanita bawah umur ikut terdaftar kegiatan pemerintah sebelumnya diungkap oleh Ketua Harian LHI, Iskaruddin, Minggu (25-06-2023). Menurut Iskaruddin, telah menemukan dokumen daftar peserta rombongan nama gadis belia itu tertulis dalam daftar nama Bunga (samaran) pada urutan nomor 127.


Dalam temuannya, Iskar menjelaskan lebih detail tentang kronologis oknum pejabat yang dimaksud yang ternyata seorang oknum Kepala Desa.



Sementara belakangan beredar kabar kalau Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA)  Luwu Timur menganggap tidak dapat diproses lanjut Karena tidak ada pelapor dan tidak ada yang merasa keberatan dalam peristiwa tersebut hingga tidak ditemukan adanya pihak yang dirugikan.  Malah rencananya akan diarahkan ke Psikolog untuk memeriksa kondisi kejiwaan Bunga. 


Menyikapi pernyataan PPA yang menyuruh si Korban ke Psikolog, Akbar beranggapan, "Itu merupakan pernyataan yang sesat dan sangat nampak membela si Pelaku.
Seharusnya, PPA berpihak untuk melindungi si Korban, apalagi dia Perempuan. Kita desak aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan terkait temuan Kasus ini," terangnya.


Dalam perkara ini, ada beberapa Dugaan tindak pidana yang perlu didalami, khususnya soal indikasi "Eksploitasi Anak". Apalagi si korban adalah perempuan.
Sehingga ada beberapa UU yang bisa mengintai pelaku diantaranya, UU Perlindungan Anak, UU TPPO, hingga UU Perlindungan Perempuan.


Lanjut Akbar, "lebih parahnya lagi, kalau Penumpang Gelap itu juga ternyata dibiayai menggunakan dana Negara, dan ini bisa lebih parah lagi, karena sudah mengarah ke Tindak Pidana Korupsi".


Akbar menegaskan, seharusnya PPA memberikan perlindungan kepada si Anak (Korban), apalagi dia perempuan, bukan justru menyalahkan si perempuan.


Logikanya sederhana, ini anak Mustahil masuk dalam "DAFTAR PENUMPANG" kalau tidak ada oknum yang sengaja memasukkan namanya dalam daftar Peserta dalam Kunjungan tersebut.


Kabar indikasi diskriminasi penanganan perkara saat kasus si bunga yang kabarnya pernah melibatkan bapaknya dimana saat itu PPA sangat "AGRESIF", sedangkan saat ini melibatkan pejabat, PPA justru terkesan menyalahkan korban, padahal jelas korban diajak oleh pelaku.


Indikasi ajakan itu diperkuat dengan adanya Nama Korban dalam daftar peserta yang berangkat. Dan bahkan Oknum Kades tersebut yang memintakan ijin korban di sekolahnya.
Jadi alasan PPA sangat nampak dibuat-buat untuk membela si pelaku dan yang lebih tragis menyudutkan si korban.



"Jadi sangat kuat dugaan adanya indikasi Sindikat TPPO disitu.
Kalau betul ada eksploitasi anak, maka para pelaku  bisa dikenakan pidana berlapis atau setidaknya pemberatan tindak pidana,  karena selain melakukan TPPO anak dibawah umur, kegiatan tersebut merupakan kegiatan resmi pemerintahan, serta para pejabat yang ikut merupakan "ORANG TUA" Kampung, yang seharusnya memberikan contoh yang baik, tapi justru melakukan perbuatan tercela," sambungnya.


Isu tercela inipun merebak hingga masyarakat mendesak Bupati, PPA, dan oenyidik dari Kepolisian untuk melakukan penyelidikan terkait kasus ini.
Kehadiran dan sikap Bupati dalam penanganan kasus ini sangat penting karena Kegiatan ini merupakan kegiatan Pemerintahan Daerah, dimana output kegiatannya ditujukan untuk perkembangan daerah. Namun jika yang terjadi justru sebaliknya, maka Bupati selaku Pimpinan Daerah punya kewenangan untuk memanggil semua pihak terkait, termasuk panitia dan oknum Kepala Desa tersebut.


Sekali lagi perlu diingat bahwa kegiatan tersebut merupakan kunjungan untuk menjadi penopang kinerja demi perkembangan Kabupaten Luwu Timur, bukan untuk berwisata, apalagi kalau sampai diwarnai perbuatan tercela.


"Hal lain yang perlu diingat adanya indikasi niiat jahat dalam persoalan ini, karena ada informasi yang beredar jika oknum Kades tersebut juga yang memintakan ijin kepada pihak Sekolah.
Ini betul-betul patut dipertanyakan," pungkas Akbar, SH. Direktur Yayasan Bantuan Hukum Wija Luwu.
(Tim)

Luwu Timur, Topiksatu.com – Temuan adanya oknum pejabat di Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan yang telah membawa Bunga (samaran) pada kegiatan dinas kini mulai ada titik terang tentang siapa gerangan oknum pejabat yang dimaksud.

Bahwa, indikasi adanya sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) mengingat dalam keberangkatan Bunga anak masih di bawah umur dan masih berstatus siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur tersebut dapat dilihat dari daftar nama peserta yang berangkat, dimana nama anak tersebut terdaftar padahal dia bukan pejabat, bukan isteri dari pejabat dan bukan keluarga yang bisa diikutkan dalam rombongan tersebut.
Perlu diingat, keberangkatan Kades tersebut bukan untuk rekreasi dimana kunjungan tersebut dibiayai oleh Negara.

Menyikapi temuan tersebut, Akbar, S.H., selaku Direktur Yayasan Bantuan Hukum Wija Luwu memandang perlu adanya keseriusan APH serta Pemda dalam hal ini Bupati selaku Penyelenggara kunjungan kerja tersebut untuk mengusut tuntas temuan ini agar isu tidak liar dan makin berkembang hingga merugikan nama baik Pemda.

“Jadi tidak ada alasan ada penumpang gelap dalam rombongan itu, jadi kalau ada penumpang gelap dalam rombongan, itu sudah patut dipertanyakan,” tegas Akbar Kamis (29-06-2023).

Terkait ditemukan adanya wanita bawah umur ikut terdaftar kegiatan pemerintah sebelumnya diungkap oleh Ketua Harian LHI, Iskaruddin, Minggu (25-06-2023). Menurut Iskaruddin, telah menemukan dokumen daftar peserta rombongan nama gadis belia itu tertulis dalam daftar nama Bunga (samaran) pada urutan nomor 127.

Dalam temuannya, Iskar menjelaskan lebih detail tentang kronologis oknum pejabat yang dimaksud yang ternyata seorang oknum Kepala Desa.

Sementara belakangan beredar kabar kalau Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Luwu Timur menganggap tidak dapat diproses lanjut Karena tidak ada pelapor dan tidak ada yang merasa keberatan dalam peristiwa tersebut hingga tidak ditemukan adanya pihak yang dirugikan. Malah rencananya akan diarahkan ke Psikolog untuk memeriksa kondisi kejiwaan Bunga.

Menyikapi pernyataan PPA yang menyuruh si Korban ke Psikolog, Akbar beranggapan, “Itu merupakan pernyataan yang sesat dan sangat nampak membela si Pelaku.
Seharusnya, PPA berpihak untuk melindungi si Korban, apalagi dia Perempuan. Kita desak aparat penegak hukum untuk melakukan penyelidikan terkait temuan Kasus ini,” terangnya.

Dalam perkara ini, ada beberapa Dugaan tindak pidana yang perlu didalami, khususnya soal indikasi “Eksploitasi Anak”. Apalagi si korban adalah perempuan.
Sehingga ada beberapa UU yang bisa mengintai pelaku diantaranya, UU Perlindungan Anak, UU TPPO, hingga UU Perlindungan Perempuan.

Lanjut Akbar, “lebih parahnya lagi, kalau Penumpang Gelap itu juga ternyata dibiayai menggunakan dana Negara, dan ini bisa lebih parah lagi, karena sudah mengarah ke Tindak Pidana Korupsi”.

Akbar menegaskan, seharusnya PPA memberikan perlindungan kepada si Anak (Korban), apalagi dia perempuan, bukan justru menyalahkan si perempuan.

Logikanya sederhana, ini anak Mustahil masuk dalam “DAFTAR PENUMPANG” kalau tidak ada oknum yang sengaja memasukkan namanya dalam daftar Peserta dalam Kunjungan tersebut.

Kabar indikasi diskriminasi penanganan perkara saat kasus si bunga yang kabarnya pernah melibatkan bapaknya dimana saat itu PPA sangat “AGRESIF”, sedangkan saat ini melibatkan pejabat, PPA justru terkesan menyalahkan korban, padahal jelas korban diajak oleh pelaku.

Indikasi ajakan itu diperkuat dengan adanya Nama Korban dalam daftar peserta yang berangkat. Dan bahkan Oknum Kades tersebut yang memintakan ijin korban di sekolahnya.
Jadi alasan PPA sangat nampak dibuat-buat untuk membela si pelaku dan yang lebih tragis menyudutkan si korban.

“Jadi sangat kuat dugaan adanya indikasi Sindikat TPPO disitu.
Kalau betul ada eksploitasi anak, maka para pelaku bisa dikenakan pidana berlapis atau setidaknya pemberatan tindak pidana, karena selain melakukan TPPO anak dibawah umur, kegiatan tersebut merupakan kegiatan resmi pemerintahan, serta para pejabat yang ikut merupakan “ORANG TUA” Kampung, yang seharusnya memberikan contoh yang baik, tapi justru melakukan perbuatan tercela,” sambungnya.

Isu tercela inipun merebak hingga masyarakat mendesak Bupati, PPA, dan oenyidik dari Kepolisian untuk melakukan penyelidikan terkait kasus ini.
Kehadiran dan sikap Bupati dalam penanganan kasus ini sangat penting karena Kegiatan ini merupakan kegiatan Pemerintahan Daerah, dimana output kegiatannya ditujukan untuk perkembangan daerah. Namun jika yang terjadi justru sebaliknya, maka Bupati selaku Pimpinan Daerah punya kewenangan untuk memanggil semua pihak terkait, termasuk panitia dan oknum Kepala Desa tersebut.

Sekali lagi perlu diingat bahwa kegiatan tersebut merupakan kunjungan untuk menjadi penopang kinerja demi perkembangan Kabupaten Luwu Timur, bukan untuk berwisata, apalagi kalau sampai diwarnai perbuatan tercela.

“Hal lain yang perlu diingat adanya indikasi niiat jahat dalam persoalan ini, karena ada informasi yang beredar jika oknum Kades tersebut juga yang memintakan ijin kepada pihak Sekolah.
Ini betul-betul patut dipertanyakan,” pungkas Akbar, SH. Direktur Yayasan Bantuan Hukum Wija Luwu.
(Tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Tidak boleh mencuri yah